Banjir Kerinci dipicu aktivitas eksplotitatif dan kerusakan hutan di wilayah hulu
POROS – Akademisi Teknik Geologi Universitas Gajah Mada (UGM) Dr.Eng Akmaludin berpendapat bahwa tragedi banjir dan tanah longsong di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut dia, intensitas hujan tinggi hanya pemicu dari bencana tersebut.
Bencana banjir ini dalam hipotesa Akmal, terjadi akibat luapan sungai Batang Merao yang tidak mampu menampung tingginya debit air. Pendangkalan sungai akibat endapan sedimen menjadi musabab utama banjir, di tambah aktivitas eksplotitatif dan kerusakan hutan di wilayah hulu.
Hal itu kata dia, bisa ditilik, air banjir yang meluap tersebut membawa material erosi dari wilayah hulu. Dalam topografinya lembah Kerinci mempunyai kemiringan dan terjal dengan bebatuan vulkanik, sehingga gawir-gawir di sepanjang Kerinci potensial terjadi longsor.
Bukan hanya galian C atau penambangan pasir yang sudah over di hulu Batang Merao, deforestasi dan alih fungsi di kanan-kiri badan sungai turut memperparah banjir. Ini menjadi ancaman sepanjang tahun musim penghujan.
“Sangat terlihat jelas airnya coklat dan berlumpur. Ini akibat di wilayah hulunya sungai sudah sangat rusak parah,” ujar Akmal.
Menurut Akmal, Akademisi UGM yang berasal dari Kerinci itu, perlu dicermati bahwa semua sungai di sepanjang lembah Kerinci bermuara di Batang Merao. Batang Merao yang membelah Kerinci mulai dari Hulu di Siulak dan Kayu Aro sampai ke hilir di Danau Kerinci, saat ini kata dia, sudah jenuh dan terjadi sedimintasi dan pendangkalan akut.
“Pendangkalan sungai-sungai besar di Kerinci sudah sangat akut. Kalau hujan lebat sedikit langsung (arinya) cepat meluap,” jelas Akmal.
Kondisi itu juga diperparah dengan daya tampung sungai yang sudah berkurang akibat endapan sedimen di sepanjang sungai. Danau Kerinci yang merupakan danau vulkanik itu kata Akmal, menjadi muara bagi semua sungai yang ada di wilayah Kerinci dan Sungai Penuh.
Namun, Danau Kerinci sebagai bendungan alami kini tak mampu menampung limpahan air dari sungai, sehingga sumber luapan juga berasal dari danau. Keluarnya air dari Danau Kerinci ini berada di Sanggaran Agung dan Batang Merangin.
Batang Merangin yang airnya bersumber dari Danau Kerinci seperti diketahui saat ini tengah dibangun bendungan raksasa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci Merangin Hidro dengan kapasitas 350 MW.
“Kalau bendungan itu sudah beroperasi saya duga ada pengaruhnya terhadap banjir di Kerinci, karena keluarnya air dari Danau Kerinci itu hanya ada dua, kalau satu dibendung, maka yang di Sanggaran Agung tidak mampu. Tapi soal ini perlu kajian lebih lanjut ya,” kata Akmal menjelaskan.
Untuk jangka pendek dalam penanganan banjir di dua daerah tersebut sambung Akmal, debit air yang keluar perlu segera diatasi. Setelah itu normalisasi sungai harus dilakukan secara optimal sehingga ketika ada hujan tidak langsung meluap.
“Yang paling cepat untuk jangka pendek adalah mengatur keluarnya debit air yang ada di Danau Kerinci, mengeruk pendangkalan sungai. Kemudian yang tak kalah penting adalah menata aktivitas industri di bagian hulu sungai,” ujar Akmal.