POROS, SUMBAR – Hujan lebat memicu banjir bandang dan lahar di Sumatra Barat pada Sabtu malam (11/5), sejauh ini telah menewaskan 37 orang. Aktivis lingkungan menilai bencana terjadi karena kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang serampangan.
Banjir terjadi di Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang.
Ada setidaknya 19 korban jiwa dari Kabupaten Agam, sembilan dari Kabupaten Tanah Datar, dan satu dari Kota Padang Panjang, menurut data Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Padang per Minggu malam (12/5).
Selain itu, ditemukan pula delapan jenazah di Kabupaten Padang Pariaman, yang diduga hanyut dari kawasan Lembah Anai di Kabupaten Tanah Datar.
Korban jiwa diprediksi akan bertambah mengingat sebanyak 18 orang dari tiga wilayah yang terdampak banjir itu disebut hilang dan masih dalam pencarian.
“Sampai pukul 18.30 WIB [pada Minggu], tim gabungan untuk sementara dihentikan karena debit hujan yang terjadi di puncak atau bagian hulu di Gunung Marapi,” kata Abdul Malik, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Padang.
“Ini tambah lebat dan dikhawatirkan akan berdampak pada tim pencarian.”
Untuk Kabupaten Agam, hujan deras bahkan disebut menyebabkan air sungai yang berhulu di Gunung Marapi meluap, sehingga tercipta aliran di “jalur baru” yang membawa “batu-batu besar” dari gunung berapi paling aktif di Sumatra itu ke permukiman di sekitarnya,
“Karena saking derasnya hujan, dia membuat jalur tersendiri,” kata Budi Perwira Negara, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam.
“Banjir ini diikuti dengan material batu besar dari Gunung Marapi.”
Selain korban jiwa, ada pula 16 korban luka dari Kecamatan Canduang, Kecamatan Sungai Pua, dan Kecamatan IV Koto di Kabupaten Agam, kata Budi.
Sedikitnya 110 rumah warga dan tempat usaha serta satu sekolah di tiga kecamatan itu tergenang air, sementara tiga rumah disebut “terbawa arus”.
Budi bilang bencana ini adalah yang “paling parah” yang pernah terjadi di Kabupaten Agam dalam “150 tahun”.
Kabupaten Agam pun telah resmi berstatus tanggap darurat untuk periode 12-25 Mei.
Hujan lebat juga memicu tanah longsor di Desa Malalak Timur, Kabupaten Agam, sehingga akses jalan yang menghubungkan Padang dan Bukittinggi terputus.
Menurut Budi, longsoran tanah sempat menutup jalan itu dengan panjang 12 meter dan ketinggian 3-4 meter.
Sementara itu, banjir melanda lima kecamatan di Kabupaten Tanah Datar: Kecamatan X Koto, Kecamatan Batipuh, Kecamatan Pariangan, Kecamatan Lima Kaum, dan Kecamatan Sungai Tarab.
Ada setidaknya 25 keluarga, 24 rumah, dan 12 jembatan yang terdampak, berdasarkan data terakhir BPBD Kabupaten Tanah Datar.
Ermon Revlin, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Tanah Datar, mengatakan banjir yang terjadi di wilayahnya merupakan kombinasi banjir lahar dingin Gunung Marapi dan banjir bandang akibat naiknya debit air sungai.
“Kalau dilihat sungainya, ada beberapa yang banjir lahar dingin, ada yang tidak,” kata Ermon.
“Yang bukan banjir lahar dingin itu ada yang di Rambatan, terus ada yang di Pandai Sikek. Itu karena debit air sungai tinggi. Karena hulu sungainya bukan di Gunung Marapi itu kalau Pandai Sikek.”
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengatakan banjir telah meninggalkan endapan lumpur setinggi “betis orang dewasa”.
“Karena itu, selain upaya pencarian dan pertolongan, tim gabungan pada hari ini juga berupaya melakukan pembersihan ruas jalan Batusangkar-Padang Panjang yang terdampak endapan lumpur,” kata Abdul pada Minggu (12/5).
Di sisi lain, banjir melanda Kecamatan Padang Panjang Barat dan Kecamatan Padang Panjang Timur di Kota Padang Panjang.
Dua rumah di pinggir Sungai Sangkua disebut “hanyut”, sementara tiga orang sempat hilang “terbawa arus” di Kota Padang Panjang.
Satu dari tiga orang itu telah berhasil ditemukan dan diselamatkan.
Penulis : Red